Sabtu, 07 Juni 2014

Undang - Undang Perlindungan Konsumen dan Contoh Kasus


Pada postingan kali ini saya akan membahas mengenai hak dari konsumen dalam segala bidang yang tertuang pada perundang-undangan yang telah diatur oleh pemerintahan Indonesia. 

     I.       Pengertian dan tujuan
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumenTujuan Perlindungan Konsumen:
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi; Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di indonesia , dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

1.    Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

2.  Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

3.   Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

4.  Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa

5.  Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

6.   Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

7.  Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
 


Dan sanksi pidana yang diancam oleh negara bisa dilihat pada pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diantaranya : Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap :
pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ); pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1);  memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ); pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b )
Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap :
pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral; pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan; pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa
  
II.                Contoh kasus
Kasus yang saya akan angkat pada posting kali ini adalah kasus yang mendera saudara-saudara kita yang berada di daerah Depok tercinta, kasus yang saya akan angkat adalah kasus yang di 2 tahun yang berbeda, namun pada tempat yang sama yaitu Grand Depok City pada tahun 2011 dan 2012, kasus ini saya angkat karena masih terniang di benak saya apakah kasus ini perlu campur tangan dari pihak yang bewenang dalam menangani hak-hak konsumen untuk menyelesaikannya ataukah cukup antara kedua belah pihak yang bersangkutan, sehingga saya ajak para pembaca terkhusus mahasiswa gunadarma untuk memberikan saran dan tanggapan mengenai kasus ini. Kasus yang pertama tahun 2011 adalah Kasus promosi yang dilakukan pihak GDC yang tak sesuai dengan realisasinya.
Di tahun 2011 lalu ada sebuah kasus yang menarik untuk diperbincangkan yaitu bermula trik promosi yang dilakukan oleh pengembangdibidang perumahan Grand Depok City (GDC), bahwa mereka membuat iklan promosi  dengan Uang Muka (DP) sebesar Rp.15 Juta, maka konsumen sudah bisa mendapatkan rumah kreditan antara 10 tahun sampai dengan 15 tahun.
Bahkan dalam promosi iklan tersebut, membuat kebijakan apabila dalam waktu yang ditentukan oleh mereka para konsumen bisa menyetorkan uang sebesar Rp.5 juta  sebagai tanda jadi, maka akan mendapatkan Hand Phone (HP) merek Black Berry (BB) sebagai hadiah langsung  dari pengembang GDC tersebut.Bahkan dari DP Rp.15 juta tersebut nantinya pengembang GDC akan mengembalikan uang sebesar Rp.5 juta terhadap komsumen itu. Dan akhirnya warga masyarakat berlomba-lomba untuk datang ke Kantor Pemasaran GDC diareal Kawasan Kota Kembang tersebut, dengan menyetorkan uang Boking sebesar Rp.5 juta.
Namun dalam proses perjalanan, setelah pihak Bank melakukan wawancara, maka disetujuilah akadkredit sebesar Rp.200 juta. Namun setelah persetujuan dari pihak Bank tersebut selaku kreditur, ternyata pihak pengembang GDC,  mengadakan perubahan persyaratan secara sepihak yang sudah diperjanjikan itu.  Ternyata DPnya bukanlah  sebessar Rp.15 juta, seperti yang sudah disepakati, namun DPnya berubah menjadi kurang lebih Rp.100 juta.Pada akhirnya banyak konsumen yang sudah memberikan uang Boking sebesar Rp.5 juta merasa kesulitan untuk memenuhi permintaan dari team pemasaran GDC tersebut. berbagai  konsumen, tentu mau minta uangnya kembali yang sudah disetorkan sebesar Rp.5 juta. Akan tetapi pihak pengembang GDC berdalih, dengan mengatakan bahwa uang tersebut tidak utuh lagi untuk dikembalikan kepada konsumen. Tapi harus kena potong sebesar Rp.3 juta/ konsumen. Alasan GDC melakukan pemotongan sebesar Rp.3 Juta adalah bahwa HP merk BB yang sudah diberikan oleh GDC tersebut dianggap harganya senilai Rp.3 juta.
Tidak seharusnya GDC dengan membuat promosi dengan mengumbar janji-janji yang menggiurkan kepada publik. Maka konsekwensinya adalah apakah masyarakat semua mampu dengan DP sebesar Rp.100 juta, padahal sebelumnya dijanjikan DP hanya sebesar. Rp.15 juta. Maka berbagai konsumen mengatakan bahwa tindakan daripada pemasaran pengembang GDC  diduga adalah trik penipuan dengan aksi kebohongan publik. Maka pada waktu itu para konsumen GDC yang meresa dirugikan melaporkan masalah tersebut kepada Badan  Perlidungan Konsumen Indoenesia (BPKI), karena pengembang diduga telah  menipu dan membohongi konsumen.   (sentanaonline.com)
Tidak berhenti sampai disitu masih Grand Depok City tahun 2012 terjadi hal yang serupa namun Kasus ditahun 2012 ini  “Pengembang Perumahan Grand Depok City Diduga Bohongi Pembeli”. Judul tersebut saya ambil dari www.lensaindonesia.com
“pengembang perumahan yang diduga sengaja melakukan aksi ingkar janji dan tidak melaksanakan serah terima rumah dengan pembeli. Tujuannya, agar perjanjian tersebut batal.
Sehingga pengembang dapat memasarkannya kembali dengan perhitungan harga jual yang lebih tinggi. Karena harga penjualan pasar akan naik jika pembangunan sudah mulai selesai dan di beberapa rumah lain sudah ada yang terjual”.Hal ini dialami Nazmiyah Sayuti yang ingin memiliki sebuah rumah di Grand Depok City, namun hingga pada tahun 2012 tak kunjung terwujud. Alih-alih dijanjikan pengembang untuk dibangunkan sebuah rumah, uang muka dan cicilan yang sudah dibayarkan oleh Nazmiyah sejak januari 2003. Sayangnya, uang tersebut tidak dikembalikan hingga 2012. Sudah 9 tahun lebih Nazmiyah belum juga memperoleh rumah yang dijanjikan.
Persoalan itu bermula ketika Nazmiyah mengadakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pengembang tertanggal 22 Januari 2003 atas pembangunan objek tanah seluas 237 M2 dan luas bangunan 55 M2 yang dijanjikan oleh pengembang proses pembangunannya selesai selama enam bulan. Namun hingga batas waktu yang dijanjikan, pengembang tak kunjung menyelesaikannya. Padahal Nazmiyah selaku konsumen selalu melaksanakan kewajibannya tepat waktu untuk membayar cicilan melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). “Hal seperti ini adalah modus bagi pengembang untuk memainkan harga pasar dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya,” kata Virza Roy Hizzal, kuasa hukum Nazmiyah Sayuti kepada LICOM, Minggu (10/6/2012).
Menurutnya, kasus seperti yang dialami kliennya di Grand Depok City, sebenarnya ada banyak. Kliennya bersama-sama korban lain sekitar 200-an orang pernah melakukan pengaduan ke Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), namun pada akhirnya para korban berjalan sendiri-sendiri untuk memperjuangkan kasusnya.
Virza menyebut pelaku usaha seperti itu adalah bagian dari Mafia Properti. “Jika mafia-mafia seperti ini dibiarkan, yang rugi adalah masyarakat. Kliennya berjuang bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun lebih luas untuk mengingatkan masyarakat agar hati-hati dalam membuat kontrak perjanjian dengan pengembang. Biasanya kontrak tersebut isinya tidak seimbang dan cenderung merugikan konsumen,” ungkapnya. @hidayat



   III.                        Kesimpulan
Dari dua kasus diatas Grand Depok City “pengembang” melakukan pelanggaran yaitu UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya. Pada tahun kasus oleh GDC belum dilakukan. Namun kita tidak tahu bagaimanakah wajah GDC di tahun sekrang dengan fisiknya yang terus di poles kita harapkan GDC dapat memberikan pelayanan yang maksimal untuk masyarakat umum. Dan pihak yang berwenang dalam perlindungan knsumen harus ikut serta dalam setiap masalah mengenai hak konsumen.

Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen

tag