Nama : Akhmad Arief
NPM : 20212545
Kelas : 2eb01
Anggota kelompok:
Aditya Siswantara
Asep Yoyo Sunaryo
Sandi Herdiansyah
Asep Yoyo Sunaryo
Sandi Herdiansyah
Pada posting kali
ini saya akan memberikan hasil analisa yang kelompok kami lakukan pada sebuah
koperasi di Bogor yakni Koperasi Pengusaha Tempe Indonesia (KOPTI). Tulisan ini
dibuat untuk memenuhi tugas softskill Ekonomi Koperasi pada semester 3 mengenai
permasalahan yang dihadapi oleh koperasi. Dibawah ini adalah point-point yang
akan dibahas pada posting kali ini :
I.
Sejarah
singkat KOPTI
II.
Permasalahan
pada KOPTI
III.
Solusi
Permasalahan KOPTI
Koperasi yang kami kunjungi ini adalah koperasi yang
sangat merakyat yang basisnya adalah rakyat yaitu berupa penyediaan bahan baku
tempe dan pengolahan dari kedelai itu sendiri, koperasi tersebut adalah KOPTI
Kab Bogor.
I.
Sejarah Singkat KOPTI
Membicarakan tentang
koperasi, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan
yang bertujuan untuk memakmurkan anggota dan masyarakat sekitar. Begitupun
KOPTI atau Koperasi Pengusaha Tempe Indonesia ini merupakan koperasi yang
tumbuh subur di Indonesia karena KOPTI ini ada di setiap kabupaten di Indonesia
yang merupakan wadah para pengerajin tempe maupun tahu, KOPTI unit usahanya
adalah menyediakan bahan baku untuk para pengerajin tempe dan tahu lebih
tepatnya adalah membantu para pengusaha tempe dalam menjalankan usahanya.
KOPTI di bentuk
pada masa-masa orde baru dimana pada masa itu Indonesia masih dalam suasana
bangkit pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945 sehingga Indonesia pun masih
meraba-raba perekonomian apakah yang cocok diterapkan di negara seperti kita
ini yang masih dalam perjalanan menuju berkembang. Dalam situsi seperti inilah
koperasi terbentuk karena sangat cocok untuk negara yang berkembang seperti
kita ini, salah satu koperasi yang terbentuk pada masa itu adalah KOPTI yaitu
koperasi pengusaha tempe Indonesia yang terbentuk pada tahun 1980 koperasi pada
awalnya bertujuan untuk membantu para pengusaha tempe yang kesulitan memperoleh
bahan baku yakni berupa kedelai, sebelum KOPTI terbentuk para pengusaha tempe
sangat sulit mencari kedelai dimana mereka harus membeli bahan baku kedelai di
toko-toko yang kita ketahui orientasinya adalah bisnis, para pemilik toko
mematok harga yang cukup tinggi untuk bahan baku tempe tahu tersebut mereka
memainkan harga sesuka mereka untuk keuntungan mereka sendiri dimana para
pengusaha tempe mau tidak mau harus membeli kedelai-kedelai tersebut walaupun
kualitasnya tidak baik agar mereka tetap bisa berproduksi. Melihat masalah ini
para pengusaha tempe para pemerhati makanan khas indonesia ini membentuk wadah
yang bertujuan untuk membantu para pengerajin tempe di Indonesia agar tetap
berproduksi dengan bahan baku yang kualitas baik dan harga terjangkau maka di
bentuklah KOPTI yang berada disetiap Kabupaten kota diseluruh Indonesia, mereka
bukan hanya diberikan kemudahan dalam memperoleh bahan baku namun mereka juga
dibekali keterampilan dalam memanage bahan baku disamping itu hasil pembelian
mereka kepada KOPTI pun dijadikan simpanan untuk mereka atau lebih simplenya
adalah tabungan untuk mereka.
Pada awalnya KOPTI
adalah salah satu koperasi yang sangat di anak emaskan oleh pemerintahan orde
baru yang merupakan masa-masa dimana koperasi sangat di galakan, pada masa itu
pemerintah sangat memperhatikan koperasi tempe ini dengan jalan menyediakan
bahan baku untuk para pengrajin tempe melalui koperasi tersebut, pemerintah
memanfaatkan BULOG untuk menjalankan programnya berupa monopoli impor yakni
dengan jalan mengimpor 100% bahan baku kedelai dari luar negeri untuk
memberikan subsidi kepada para pengrajin tempe maupun tahu melalui koperasi
KOPTI, hingga akhirnya terjadi krisis moneter yang menggemparkan dunia pada
tahun 1998 yang menyeret IMF sebagai badan yang memperhatikan perekonomian
dunia internasional dalam keseimbangan neraca perdagangan untuk menganalisis
krisis moneter tersebut dan hasilnya kesimpulan yang diambil oleh IMF salah satunya adalah krisis tersebut di
akibatkan oleh monopoli impor yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia
sehingga utang negara menjadi menumpuk dan sulit untuk dilunasi yang pada
akhirnya membawa IMF mengeluarkan suatu kebjakan ataupun saran kepada Indonesia
untuk menghentikan monopoli impor yang dilakukannya, inilah awal mandirinya
KOPTI dan para pengrajin tempe maupun tahu dalam memberikan pelayanan kepada
konsumen tanpa bantuan pemerintah
II.
Permasalahan Pada KOPTI
Dalam perjalannanya KOPTI tidak selalu lancar dan tanpa
hambatan semenjak pemerintah menghentikan monopoli impor yang berdampak pada
dihentikannya subsidi untuk para pengrajin tempe indonesia, KOPTI dan para
pengusaha tempe harus memutar otak bagaimana agar produksi tempe di Indonesia
tetap berjalan dan kualitas tempe tahu tetap terjaga dengan kandungan protein
karbohidrat yang tetap terjaga, di bawah ini akan di bahas beberapa
permasalahan yang di hadapi KOPTI dalam perjalannya melayani para pengerajin
tempe dan para konsumennya, permasalahan tersebut diantaranya :
1.
Bahan
Baku 100% impor
Masalah yang pertama dirasakan pasca diberhentikannya
subsidi dari pemerintah adalah ketersediaan bahan baku yang harus dipenuhi oleh
KOPTI untuk melayani para pengusaha ataupun pengerajin tempe dalam berproduksi,
perlu diketahui bahwa Indonesia yang katanya merupakan negara agraris, memiliki
tanah subur itu tidak memiliki “kedelai lokal” walaupun ada itu hanya sebagian
kecil dan bukan untuk produksi tempe maupun tahu melainkan makanan ringan saja,
sehingga lagi-lagi KOPTI harus bekerja sama oleh para importir kaya dari luar
negeri yang memiliki mental usaha yakni merauk profit sebesar-besarnya yang
sangat berdampak kepada berjalannya koperasi ini, masalah bahan baku ini diperparah
oleh janji-janji fiktif para penguasa para menteri yang katanya akan melakukan
swasembada kedelai di tahun-tahun belakangan namun pada kenyataannya nihil “
nol besar” contoh simplenya yakni tahun
2011 dikatakan untuk menunjang produksi tempe maupun tahu, disiapkan 1.500.000
ton kedelai impor dan 800.000 ton merupakan kedelai lokal namun nyatanya ???
itu hanya sebagai jargon untuk menyelamatkan muka para meteri dari bapak
presiden, dan pada akhirnya lagi-lagi KOPTI harus menggulung lengan bajunya
untuk berusaha mendapatkan bahan baku kedelai dari impor yang pada akhirnya
menghasilkan permasalahan-permasalahan baru bagi KOPTI sendiri.
2.
Permainan
Harga
Sebelum subsidi dihentikan para pengrajin tempe begitupun
KOPTI sangat leluasa mengatur harga agar kesejahteraan masyarakat dapat
terlaksana dengan semestinya karena harga yang ditawarkan oleh bulog pada masa
itu relatif terjangkau untuk para pengrajin dan pengusaha tempe Indonesia,
namun setelah subsidi dihentikan KOPTI harus mencari kedelai sendiri di
perparah dengan kedelai itu tidak bisa didapatkan di negara kita ini sehingga
KOPTI harus mencari dari luar negeri, dengan cara apa ? Yaitu dengan cara impor
dengan melalui para importir yakni bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan
diluar negeri pada kasus ini adalah Amerika. Dampak yang paling terasa dari
sistem kerjasama ini adalah perubahan harga yang signifikan, yaitu mereka
sebagai importir mengetahui bahwa negara kita ini sangat membutuhkan kedelai
untuk produksi sehingga berapapun harga yang ditawarkan, Indonesia akan
membayarnya untuk menutupi kebutuhan masyarakatnya, dimulailah sisi buruk
importir yakni mereka dengan seenaknya meminkan harga dengan berbagai alasan, mereka
menaikan harga dengan semaunya yang sering disebut dengan kartel.
Contoh “kasus fakta dilapangan” ketika berita bahwa
diprediksi bahwa rupiah akan melemah terhadap dolar pada tahun ini sebelum
beberapa hari impor dilakukan, berita tersebut sampai ketelinga para importir
luar dan itu dimanfaatkan oleh mereka dengan cara apa? Mereka mengirim dari
negara mereka menuju Indonesia menggunakan kapal laut, karena diprediksi
beberapa hari kedepan rupiah akan anjlok mereka mensiasati untuk menahan kapal
mereka diperjalanan hingga rupiah benar-benar anjlok sehingga rupiah yang harus
dibayar kepada importir berlipat ganda yang seharusnya KOPTI membayar sebesar 6
milyar berubah menjadi 12 milyar, sehingga dampaknya terasa pada pengrajin
tempe yang harus membayar kedelai dari KOPTI dengan harga yang sangat tinggi.
3.
Kualitas
kedelai
Bahan baku 100% impor, kemudian harga yang tinggi dari
para importir mapan sekaligus kaya, bukan jaminan bagi KOPTI untuk mendapatkan
kedelai dengan kualitas yang bagus, dengan harga yang dibilang sudah tinggi, KOPTI
baru bisa mendapatkan kedelai yang berkualitas buruk yakni kualitas pakan
ternak di negarnya namun di Indonesia itu untuk produksi tempe dan tahu, dan
untuk mendapatkan kedelai dengan kualitas sangat bagus yakni untuk makan
manusia KOPTI harus merogoh kocek berkali-kali lipat dan itu sangat berat dan
itu sangat berat untuk KOPTI.
4.
Kurang
pekanya pemerintah
Masalah yang bertubi-tubi semenjak subsidi dihentikan
oleh pemerintah seharusnya menjadi gambaran betapa pentingnya pemerintah dalam
perkembangan koperasi tempe ini, apakah kita harus pasrah dimainkan oleh
kartel? Apakah rakyat Indonesia harus melupakan tempe dan sahabatnya tahu?
Melihat kondisi sekarang, semua itu bisa saja terjadi jika pihak-pihak terkait
acuh dan masa bodo terkhusus pemerintah Indonesia, banyak hal yang menjadi
bukti bahwa pemerintah acuh kepada persoalan ini dibawah saya kutip dari
pembicaraan saya dengan pengurus KOPTI Kab Bogor yakni Bapak Endang
“Ketika Saya hadir pada rapat RPJ 2014, pengurus negara
dengan lantang bilang untuk beras tahun 2014 kita akan surplus sebesar 8jt ton
pak, namun ketika bertanya tentang kedelai beliau berkata kami tidak tahu,
inikan bukti bahwa perhatian terhadap kedelai sangat rendah”.
Disamping
itu masalah pemerintah ini diperparah oleh adanya politik uang ataupun konflik
kepentingan yang dilakukan oleh para petinggi negara dimana untuk melancarkan
usahanya para importir kongkalikong dengan para pejabat agar impor keIndonesia
tetap berjalan.
Sangat jelaslah komoditi ini dipandang sebelah mata
padahal komoditi ini jika di pandang serius akan mendatangkan banyak manfaat
untuk masyarakat dan pemerintah sendiri.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada KOPTI pun tidak
berdiam diri ditengah persoalan yang begitu banyak KOPTI pun masih dapat
berprestsi terkhusus KOPTI kab Bogor ini, dengan management KOPTI yang luar
biasa kuat bahkan update terakhir bahwa KOPTI mencetuskan pembuatan “Rumah
Tempe” yaitu suatu gedung yang berisi peralatan-peralatan canggih/modern untuk
para pengerajin tempe dan kehigenisan sangat diperhatikan, disamping itu
inovasi selalu dilakukan oleh KOPTI itu sendiri contoh sederhannya adalah
bungkus yang digunakan untuk tempe sudah tiddak menggunakan daun pisang lagi
namun sudah menggunakan plastik bermerk, management yang baik pun mendorong
anggota dari KOPTI pun berdatangan kurang lebih1.373 orang dan 100 diantaranya
adalah pengrajin tempe yang dipertahankan karena kemuan dan sprit yang
ditunjukan sangat memuaskan KOPTI.
III.
Solusi Permasalahan KOPTI
Permasalahan yang pelik di hadapi KOPTI seharusnya dapat
diatasi bahkan dapat di hindari dengan kerjasama dan kekompakan dari berbagai
pihak, di bawah ini beberapa solusi yang dilontarkan oleh KOPTI, pihak
eksternal dan kami sebagai mahasiswa.
1.
Mengaktifkan
kembali fungsi BULOG
Maksud dari mengaktifkan kembali adalah bukan dalam arti
menjalankan lagi subsidi namun menjalankan fungsi lainnya yaitu BULOG
diharapkan mampu menstabilkan harga yang terjadi paling tidak mengawasi tingkah
laku importir yang memainkan harga dengan seenaknya sehingga disini ada fungsi
pengawasan dari pemerintah untuk menyelamatkan pengusaha tempe, sehingga dengan
solusi yang satu ini adanya penekanan untuk importir agar tidak semena-mena
dengan pengusaha tempe di Indonesia disamping itupun dengan adanya solusi ini
diharapkan permasalah mengenai kongkalikong atau kerjasama kotor antar penjabat
negara dengan importir bisa diredam.
2.
Manfaatkan
lahan yang luas untuk produksi kedelai
Tetangga KOPTI yakni IPB “Institut Pertanian Bogor” telah
menemukan varitas kedelai yang termasuk unggulan dimana untuk kedelai varitas
lain yang biasanya 1 hektar ketika panen menghasilkan 1 ton sedangkan varitas
unggulan yang ditemukan tersebut bisa menghasilkan 3-4 ton kedelai ketika panen,
ini adalah sinyal bagus untuk para petani kedelai bahkan para pengerajin tempe untuk
menuntaskan masalah bahan baku yang 100% impor tadi, namun kembali lagi kepada
pemerintah kita mau atau tidak kah pemerintah menyediakan lahan untuk para
petani untuk memulai mengembangkan varitas top ini, jika dilihat lahan kosong
Indonesia memiliki beribu bahkan jutaan pulau yang bisa dimanfaatkan untuk
membudidayakan kedelai contohnya seperti di daerah kalimantan, papua dan
daerah-daerah yang lainnya.
3.
Melakukan
sosilisasi kepada anggota KOPTI
Maksud dari sosialisasi ini kembali pada visi dan misi
KOPTI itu sendiri yaitu mensosialisasikan program-program untuk memberikan
harapan baru dengan pengelola dan anggota. Disini saya lihat bahwa KOPTI
mengisaratkan bahwa anggota harus tetap tenang dalam menghadapi angin kencang yang menerjang
kestbilan harga pada tempe dan tahu.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus