Jumat, 08 November 2013

Koperasi Produsen Tempe Indonesia Kab. Bogor

Nama : Akhmad Arief
NPM  : 20212545
Kelas  : 2eb01

Anggota kelompok:
Aditya Siswantara
Asep Yoyo Sunaryo
Sandi Herdiansyah


Pada posting kali ini saya akan memberikan hasil analisa yang kelompok kami lakukan pada sebuah koperasi di Bogor yakni Koperasi Pengusaha Tempe Indonesia (KOPTI). Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas softskill Ekonomi Koperasi pada semester 3 mengenai permasalahan yang dihadapi oleh koperasi. Dibawah ini adalah point-point yang akan dibahas pada posting kali ini :
I.                   Sejarah singkat KOPTI
II.                Permasalahan pada KOPTI
III.             Solusi Permasalahan KOPTI
Koperasi yang kami kunjungi ini adalah koperasi yang sangat merakyat yang basisnya adalah rakyat yaitu berupa penyediaan bahan baku tempe dan pengolahan dari kedelai itu sendiri, koperasi tersebut adalah KOPTI Kab Bogor.

I.                   Sejarah Singkat KOPTI
Membicarakan tentang koperasi, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan yang bertujuan untuk memakmurkan anggota dan masyarakat sekitar. Begitupun KOPTI atau Koperasi Pengusaha Tempe Indonesia ini merupakan koperasi yang tumbuh subur di Indonesia karena KOPTI ini ada di setiap kabupaten di Indonesia yang merupakan wadah para pengerajin tempe maupun tahu, KOPTI unit usahanya adalah menyediakan bahan baku untuk para pengerajin tempe dan tahu lebih tepatnya adalah membantu para pengusaha tempe dalam menjalankan usahanya.
KOPTI di bentuk pada masa-masa orde baru dimana pada masa itu Indonesia masih dalam suasana bangkit pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945 sehingga Indonesia pun masih meraba-raba perekonomian apakah yang cocok diterapkan di negara seperti kita ini yang masih dalam perjalanan menuju berkembang. Dalam situsi seperti inilah koperasi terbentuk karena sangat cocok untuk negara yang berkembang seperti kita ini, salah satu koperasi yang terbentuk pada masa itu adalah KOPTI yaitu koperasi pengusaha tempe Indonesia yang terbentuk pada tahun 1980 koperasi pada awalnya bertujuan untuk membantu para pengusaha tempe yang kesulitan memperoleh bahan baku yakni berupa kedelai, sebelum KOPTI terbentuk para pengusaha tempe sangat sulit mencari kedelai dimana mereka harus membeli bahan baku kedelai di toko-toko yang kita ketahui orientasinya adalah bisnis, para pemilik toko mematok harga yang cukup tinggi untuk bahan baku tempe tahu tersebut mereka memainkan harga sesuka mereka untuk keuntungan mereka sendiri dimana para pengusaha tempe mau tidak mau harus membeli kedelai-kedelai tersebut walaupun kualitasnya tidak baik agar mereka tetap bisa berproduksi. Melihat masalah ini para pengusaha tempe para pemerhati makanan khas indonesia ini membentuk wadah yang bertujuan untuk membantu para pengerajin tempe di Indonesia agar tetap berproduksi dengan bahan baku yang kualitas baik dan harga terjangkau maka di bentuklah KOPTI yang berada disetiap Kabupaten kota diseluruh Indonesia, mereka bukan hanya diberikan kemudahan dalam memperoleh bahan baku namun mereka juga dibekali keterampilan dalam memanage bahan baku disamping itu hasil pembelian mereka kepada KOPTI pun dijadikan simpanan untuk mereka atau lebih simplenya adalah tabungan untuk mereka.
Pada awalnya KOPTI adalah salah satu koperasi yang sangat di anak emaskan oleh pemerintahan orde baru yang merupakan masa-masa dimana koperasi sangat di galakan, pada masa itu pemerintah sangat memperhatikan koperasi tempe ini dengan jalan menyediakan bahan baku untuk para pengrajin tempe melalui koperasi tersebut, pemerintah memanfaatkan BULOG untuk menjalankan programnya berupa monopoli impor yakni dengan jalan mengimpor 100% bahan baku kedelai dari luar negeri untuk memberikan subsidi kepada para pengrajin tempe maupun tahu melalui koperasi KOPTI, hingga akhirnya terjadi krisis moneter yang menggemparkan dunia pada tahun 1998 yang menyeret IMF sebagai badan yang memperhatikan perekonomian dunia internasional dalam keseimbangan neraca perdagangan untuk menganalisis krisis moneter tersebut dan hasilnya kesimpulan yang diambil oleh  IMF salah satunya adalah krisis tersebut di akibatkan oleh monopoli impor yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia sehingga utang negara menjadi menumpuk dan sulit untuk dilunasi yang pada akhirnya membawa IMF mengeluarkan suatu kebjakan ataupun saran kepada Indonesia untuk menghentikan monopoli impor yang dilakukannya, inilah awal mandirinya KOPTI dan para pengrajin tempe maupun tahu dalam memberikan pelayanan kepada konsumen tanpa bantuan pemerintah


II.                Permasalahan Pada KOPTI
Dalam perjalannanya KOPTI tidak selalu lancar dan tanpa hambatan semenjak pemerintah menghentikan monopoli impor yang berdampak pada dihentikannya subsidi untuk para pengrajin tempe indonesia, KOPTI dan para pengusaha tempe harus memutar otak bagaimana agar produksi tempe di Indonesia tetap berjalan dan kualitas tempe tahu tetap terjaga dengan kandungan protein karbohidrat yang tetap terjaga, di bawah ini akan di bahas beberapa permasalahan yang di hadapi KOPTI dalam perjalannya melayani para pengerajin tempe dan para konsumennya, permasalahan tersebut diantaranya :
1.      Bahan Baku 100% impor
Masalah yang pertama dirasakan pasca diberhentikannya subsidi dari pemerintah adalah ketersediaan bahan baku yang harus dipenuhi oleh KOPTI untuk melayani para pengusaha ataupun pengerajin tempe dalam berproduksi, perlu diketahui bahwa Indonesia yang katanya merupakan negara agraris, memiliki tanah subur itu tidak memiliki “kedelai lokal” walaupun ada itu hanya sebagian kecil dan bukan untuk produksi tempe maupun tahu melainkan makanan ringan saja, sehingga lagi-lagi KOPTI harus bekerja sama oleh para importir kaya dari luar negeri yang memiliki mental usaha yakni merauk profit sebesar-besarnya yang sangat berdampak kepada berjalannya koperasi ini, masalah bahan baku ini diperparah oleh janji-janji fiktif para penguasa para menteri yang katanya akan melakukan swasembada kedelai di tahun-tahun belakangan namun pada kenyataannya nihil “ nol besar”  contoh simplenya yakni tahun 2011 dikatakan untuk menunjang produksi tempe maupun tahu, disiapkan 1.500.000 ton kedelai impor dan 800.000 ton merupakan kedelai lokal namun nyatanya ??? itu hanya sebagai jargon untuk menyelamatkan muka para meteri dari bapak presiden, dan pada akhirnya lagi-lagi KOPTI harus menggulung lengan bajunya untuk berusaha mendapatkan bahan baku kedelai dari impor yang pada akhirnya menghasilkan permasalahan-permasalahan baru bagi KOPTI sendiri.
2.      Permainan Harga
Sebelum subsidi dihentikan para pengrajin tempe begitupun KOPTI sangat leluasa mengatur harga agar kesejahteraan masyarakat dapat terlaksana dengan semestinya karena harga yang ditawarkan oleh bulog pada masa itu relatif terjangkau untuk para pengrajin dan pengusaha tempe Indonesia, namun setelah subsidi dihentikan KOPTI harus mencari kedelai sendiri di perparah dengan kedelai itu tidak bisa didapatkan di negara kita ini sehingga KOPTI harus mencari dari luar negeri, dengan cara apa ? Yaitu dengan cara impor dengan melalui para importir yakni bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan diluar negeri pada kasus ini adalah Amerika. Dampak yang paling terasa dari sistem kerjasama ini adalah perubahan harga yang signifikan, yaitu mereka sebagai importir mengetahui bahwa negara kita ini sangat membutuhkan kedelai untuk produksi sehingga berapapun harga yang ditawarkan, Indonesia akan membayarnya untuk menutupi kebutuhan masyarakatnya, dimulailah sisi buruk importir yakni mereka dengan seenaknya meminkan harga dengan berbagai alasan, mereka menaikan harga dengan semaunya yang sering disebut dengan kartel.
Contoh “kasus fakta dilapangan” ketika berita bahwa diprediksi bahwa rupiah akan melemah terhadap dolar pada tahun ini sebelum beberapa hari impor dilakukan, berita tersebut sampai ketelinga para importir luar dan itu dimanfaatkan oleh mereka dengan cara apa? Mereka mengirim dari negara mereka menuju Indonesia menggunakan kapal laut, karena diprediksi beberapa hari kedepan rupiah akan anjlok mereka mensiasati untuk menahan kapal mereka diperjalanan hingga rupiah benar-benar anjlok sehingga rupiah yang harus dibayar kepada importir berlipat ganda yang seharusnya KOPTI membayar sebesar 6 milyar berubah menjadi 12 milyar, sehingga dampaknya terasa pada pengrajin tempe yang harus membayar kedelai dari KOPTI dengan harga yang sangat tinggi.
3.      Kualitas kedelai
Bahan baku 100% impor, kemudian harga yang tinggi dari para importir mapan sekaligus kaya, bukan jaminan bagi KOPTI untuk mendapatkan kedelai dengan kualitas yang bagus, dengan harga yang dibilang sudah tinggi, KOPTI baru bisa mendapatkan kedelai yang berkualitas buruk yakni kualitas pakan ternak di negarnya namun di Indonesia itu untuk produksi tempe dan tahu, dan untuk mendapatkan kedelai dengan kualitas sangat bagus yakni untuk makan manusia KOPTI harus merogoh kocek berkali-kali lipat dan itu sangat berat dan itu sangat berat untuk KOPTI.
4.      Kurang pekanya pemerintah
Masalah yang bertubi-tubi semenjak subsidi dihentikan oleh pemerintah seharusnya menjadi gambaran betapa pentingnya pemerintah dalam perkembangan koperasi tempe ini, apakah kita harus pasrah dimainkan oleh kartel? Apakah rakyat Indonesia harus melupakan tempe dan sahabatnya tahu? Melihat kondisi sekarang, semua itu bisa saja terjadi jika pihak-pihak terkait acuh dan masa bodo terkhusus pemerintah Indonesia, banyak hal yang menjadi bukti bahwa pemerintah acuh kepada persoalan ini dibawah saya kutip dari pembicaraan saya dengan pengurus KOPTI Kab Bogor yakni Bapak Endang
“Ketika Saya hadir pada rapat RPJ 2014, pengurus negara dengan lantang bilang untuk beras tahun 2014 kita akan surplus sebesar 8jt ton pak, namun ketika bertanya tentang kedelai beliau berkata kami tidak tahu, inikan bukti bahwa perhatian terhadap kedelai sangat rendah”.
    Disamping itu masalah pemerintah ini diperparah oleh adanya politik uang ataupun konflik kepentingan yang dilakukan oleh para petinggi negara dimana untuk melancarkan usahanya para importir kongkalikong dengan para pejabat agar impor keIndonesia tetap berjalan.
Sangat jelaslah komoditi ini dipandang sebelah mata padahal komoditi ini jika di pandang serius akan mendatangkan banyak manfaat untuk masyarakat dan pemerintah sendiri.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada KOPTI pun tidak berdiam diri ditengah persoalan yang begitu banyak KOPTI pun masih dapat berprestsi terkhusus KOPTI kab Bogor ini, dengan management KOPTI yang luar biasa kuat bahkan update terakhir bahwa KOPTI mencetuskan pembuatan “Rumah Tempe” yaitu suatu gedung yang berisi peralatan-peralatan canggih/modern untuk para pengerajin tempe dan kehigenisan sangat diperhatikan, disamping itu inovasi selalu dilakukan oleh KOPTI itu sendiri contoh sederhannya adalah bungkus yang digunakan untuk tempe sudah tiddak menggunakan daun pisang lagi namun sudah menggunakan plastik bermerk, management yang baik pun mendorong anggota dari KOPTI pun berdatangan kurang lebih1.373 orang dan 100 diantaranya adalah pengrajin tempe yang dipertahankan karena kemuan dan sprit yang ditunjukan sangat memuaskan KOPTI.


III.             Solusi Permasalahan KOPTI
Permasalahan yang pelik di hadapi KOPTI seharusnya dapat diatasi bahkan dapat di hindari dengan kerjasama dan kekompakan dari berbagai pihak, di bawah ini beberapa solusi yang dilontarkan oleh KOPTI, pihak eksternal dan kami sebagai mahasiswa.
1.      Mengaktifkan kembali fungsi BULOG
Maksud dari mengaktifkan kembali adalah bukan dalam arti menjalankan lagi subsidi namun menjalankan fungsi lainnya yaitu BULOG diharapkan mampu menstabilkan harga yang terjadi paling tidak mengawasi tingkah laku importir yang memainkan harga dengan seenaknya sehingga disini ada fungsi pengawasan dari pemerintah untuk menyelamatkan pengusaha tempe, sehingga dengan solusi yang satu ini adanya penekanan untuk importir agar tidak semena-mena dengan pengusaha tempe di Indonesia disamping itupun dengan adanya solusi ini diharapkan permasalah mengenai kongkalikong atau kerjasama kotor antar penjabat negara dengan importir bisa diredam.
2.      Manfaatkan lahan yang luas untuk produksi kedelai
Tetangga KOPTI yakni IPB “Institut Pertanian Bogor” telah menemukan varitas kedelai yang termasuk unggulan dimana untuk kedelai varitas lain yang biasanya 1 hektar ketika panen menghasilkan 1 ton sedangkan varitas unggulan yang ditemukan tersebut bisa menghasilkan 3-4 ton kedelai ketika panen, ini adalah sinyal bagus untuk para petani kedelai bahkan para pengerajin tempe untuk menuntaskan masalah bahan baku yang 100% impor tadi, namun kembali lagi kepada pemerintah kita mau atau tidak kah pemerintah menyediakan lahan untuk para petani untuk memulai mengembangkan varitas top ini, jika dilihat lahan kosong Indonesia memiliki beribu bahkan jutaan pulau yang bisa dimanfaatkan untuk membudidayakan kedelai contohnya seperti di daerah kalimantan, papua dan daerah-daerah yang lainnya.
3.      Melakukan sosilisasi kepada anggota KOPTI
Maksud dari sosialisasi ini kembali pada visi dan misi KOPTI itu sendiri yaitu mensosialisasikan program-program untuk memberikan harapan baru dengan pengelola dan anggota. Disini saya lihat bahwa KOPTI mengisaratkan bahwa anggota harus tetap tenang  dalam menghadapi angin kencang yang menerjang kestbilan harga pada tempe dan tahu.

1 komentar:

tag