a.
Pemilu
tahun 1955
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam
sejarah bangsa Indonesia. Pemilu
1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955
untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan
Konstituante. Dalam sejarah
pemilu tahun 1955 seharusnya diadakan pada tahun 1946 pasca proklamasi republik
Indonesia, mengapa pemilu pada tahun tersebut gagal terlaksana?penyebab-penyebab
tersebut antara lain 1. Belum siapnya pemerintah baru,
termasuk dalam penyusunan
perangkat UU Pemilu; 2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik
internal antar kekuatan politik
yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga
masih mengancam. Dengan kata lain para
pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Landasan hukum yang memeyungi
terlaksannya pemilu tahun 1955 adalah UU No. 7 Tahun 1953
tentang Pemilu yang selesai
dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953 yang merupakan penerus dari masa pemerintahan
sebelumnya. Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang
pertama kali tersebut berhasil
diselenggarakan dengan aman, lancar,
jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari
negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan
lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon
perorangan. Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi secara sehat. Misalnya,
meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak
menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang
menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan
memenangkan pemilu dengan segala cara.
b.
Pemilu
tahun 1971
Selama periode 1955-1970 pemilu ditiadakan,
alsannya adalah dewan kontituante tidak dapat membuat perundang-undanagan, yang
dikarenakan kontituante terlalu sering melakukan penggantian anggota
didalamnya, Sehingga dewan konstituante dibubarkan melalui dekret presiden 5
juli 1959 berikut isi dekret presiden :
1.
Pembentukan
MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya
2.
Pemberlakuan
kembali UUD’45 dan tidak berlakuknya UUDS’50
3.
Pembubaran
konstituante.
Pemilu 1971
adalah pemilu pertama pada orde baru dan merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan
bangsa Indonesia. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR. Sistem Pemilu 1971 menganut sistem
perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem
stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan
DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan
pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada
Organisasi Peserta Pemilu.
Pemilih dalam periode tersebut sebanyak 43.104.464 menyalurkan
aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu. Dalam hubungannya dengan
pembagian kursi cara
pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam
Pemilu 1971, yang menggunakan
UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah
pemilihan. Cara ini ternyata
mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang
meraih kursi dibandingkan penggunaan
sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak
menyebabkan suara partai terbuang
percuma. Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap,
ini dalam hal ada partai
yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat
partai yang melakukan stembus
acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap. Tahap pembagian kursi
pada Pemilu 1971 adalah
sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah
pemi-lihan. Tahap kedua, apabila ada
partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai
yang menggabungkan sisa suara itu
dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang
tersisa masing-masing satu kursi diserahkan
kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara
partai yang melakukan stembus
accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai
yang melakukan stembus accoord,
maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai
yang memiliki sisa suara terbesar.
4.
pemilu
1977-1997
perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah
bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit,dua parpol dan satu Golkar.
Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan
membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan
Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5
kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi
pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau
sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan
eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.
5.
Pemilu
1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari
kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden
Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau
dipercepat segera
dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian
ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan
pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk
sebagian alasan diadakannya
Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk
dunia internasional, karena pemerintahan dan
lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggaptidak
dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR
untuk memilih presiden
dan
wakil presiden yang baru. Ini
berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal
digantinya keanggotaan DPR dan MPR
sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie
sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung
sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Satu
hal yang secara sangat
menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini
dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48
partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada
dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat
setelah proses alih kekuasaan.
Sumber : KPU Jakrta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar