Selasa, 26 November 2013

1. PEMILU-PEMILU SEBELUM 2004



a.       Pemilu tahun 1955
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam sejarah pemilu tahun 1955 seharusnya diadakan pada tahun 1946 pasca proklamasi republik Indonesia, mengapa pemilu pada tahun tersebut gagal terlaksana?penyebab-penyebab tersebut antara lain 1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu; 2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
            Landasan hukum yang memeyungi terlaksannya pemilu tahun 1955 adalah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu yang selesai dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953 yang merupakan penerus dari masa pemerintahan sebelumnya. Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil
diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan. Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara.

b.      Pemilu tahun 1971
 Selama periode 1955-1970 pemilu ditiadakan, alsannya adalah dewan kontituante tidak dapat membuat perundang-undanagan, yang dikarenakan kontituante terlalu sering melakukan penggantian anggota didalamnya, Sehingga dewan konstituante dibubarkan melalui dekret presiden 5 juli 1959  berikut isi dekret presiden :

1.      Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya
2.      Pemberlakuan kembali UUD’45 dan tidak berlakuknya UUDS’50
3.      Pembubaran konstituante.

Pemilu 1971 adalah pemilu pertama pada orde baru dan  merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia. Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR. Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu. Pemilih dalam periode tersebut sebanyak 43.104.464 menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma. Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap. Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

4.      pemilu 1977-1997
perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit,dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.

5.      Pemilu 1999

Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggaptidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden
dan wakil presiden yang baru. Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai. Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan.

Sumber : KPU Jakrta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tag